x

Mantan Mandor Ungkap Dugaan Pelanggaran dalam Proyek Penanganan Bencana Prasarana Sekolah di Sulawesi Tengah

waktu baca 5 menit
Rabu, 6 Nov 2024 05:56 0 115 INIPALU

INIPALU.com – Mantan mandor proyek konstruksi, Samsul, mengungkapkan berbagai dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek Penanganan Bencana Prasarana Sekolah di Sulawesi Tengah, yang merupakan proyek dari Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah, di bawah Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Samsul, yang sebelumnya bertugas sebagai pengawas atau mandor di PT Andika Persaktian Abadi, membeberkan adanya pelanggaran mulai dari proses tender hingga implementasi proyek, yang ia klaim tidak sesuai dengan ketentuan.

Menurut keterangan Samsul, proyek ini mencakup renovasi beberapa sekolah yang terdampak bencana di tiga lokasi berbeda di Sulawesi Tengah, yaitu Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo). Proyek ini dimenangkan oleh PT Andika Persaktian Abadi setelah melalui proses tender yang disebutnya penuh manipulasi. Samsul menyebutkan bahwa Direktur PT Andika Persaktian Abadi, Arnold, memintanya untuk menyediakan dokumen-dokumen persyaratan lelang, seperti surat dukungan peralatan dan perjanjian sewa alat berat, termasuk mixer molen dan dump truck.

Samsul menduga bahwa proses pengajuan dokumen dilakukan mendadak hanya beberapa saat sebelum tenggat waktu yang ditentukan oleh LPSE. Selain PT Andika, terdapat juga PT Breins Veri yang ikut dalam lelang ini.

β€œAda indikasi bahwa proses ini tidak transparan dan dilakukan untuk mengamankan kemenangan lelang,” ujar Samsul.

Ia juga menyatakan bahwa tindakan tersebut mengarah pada manipulasi dokumen dan tidak sesuai dengan standar prosedur tender yang seharusnya.

Setelah PT Andika Persaktian Abadi dinyatakan sebagai pemenang tender, Samsul bersama Arnold dan Project Manager Johan melakukan negosiasi dengan pihak BPPW Sulawesi Tengah untuk membahas kebutuhan proyek. Kesepakatan tercapai mengenai penyediaan material, tenaga kerja, dan logistik proyek lainnya. Namun, masalah muncul ketika Samsul hanya menerima dana operasional sebesar Rp1 juta dari yang dijanjikan sebesar Rp50 juta. Jumlah ini, menurut Samsul, jauh dari cukup untuk kebutuhan operasional di lapangan.

β€œDana yang diterima sangat minim, padahal kami sudah dijanjikan Rp50 juta. Ini jelas menghambat pelaksanaan proyek di lapangan,” ungkap Samsul.

Ia menambahkan bahwa komunikasi antara pihak perusahaan dan tim lapangan mulai memburuk karena beberapa pekerja bahkan diupah langsung oleh perusahaan tanpa sepengetahuannya.

β€œIni menimbulkan ketegangan antara saya dan pihak perusahaan,” tambahnya.

Samsul mengungkapkan bahwa pihak kontraktor sering kali menggunakan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Ia mengklaim bahwa besi ulir yang digunakan tidak memenuhi standar SNI, karena kualitasnya lebih rendah. Selain itu, ia menduga bahwa perusahaan juga menggunakan material bekas dari bangunan lama dalam pembangunan proyek, tanpa memperhatikan spesifikasi yang seharusnya.

β€œPenggunaan material bekas ini sangat merugikan negara karena anggaran untuk material baru telah dicairkan, namun penggunaannya tidak sesuai dengan yang seharusnya,” jelas Samsul.

Ia menyebut bahwa praktik semacam ini dapat menurunkan kualitas hasil akhir proyek, dan mengakibatkan bangunan tidak akan bertahan lama atau sesuai standar keselamatan.

Selain itu, Samsul juga mengungkapkan adanya pelanggaran hak-hak pekerja selama pelaksanaan proyek. Ia menyatakan bahwa upah lembur tidak dibayarkan kepada pekerja, dan kondisi kerja di lapangan minim fasilitas. Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang menjamin hak-hak pekerja, terutama dalam kondisi proyek yang menuntut waktu kerja panjang dan tenaga ekstra.

Ia juga mengeluhkan praktik pembayaran yang dilakukan sepihak oleh pihak perusahaan melalui Sahala, seorang staf perusahaan yang sering kali memberikan instruksi berbeda dari yang telah disepakati. Hal ini menyebabkan kebingungan di antara para pekerja dan menghambat kelancaran proyek. Samsul akhirnya diberhentikan dari proyek setelah ia terus menolak kebijakan sepihak dari perusahaan dan menuntut pembayaran yang layak.

β€œSaya akhirnya diberhentikan dari proyek dan selama saya bekerja tidak pernah menerima pembayaran yang layak, bahkan menanggung kerugian akibat kebijakan perusahaan yang sepihak,” ujarnya.

Di sisi lain, Ramon Pratama Sitandungan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Penanganan Bencana Prasarana Sekolah di Sulawesi Tengah, menanggapi tuduhan yang disampaikan oleh Samsul. Melalui pesan WhatsApp yang diterima pada Selasa (5/11/2024), Ramon membantah semua tudingan tersebut. Menurutnya, seluruh pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan kontrak pekerjaan dan tidak ada manipulasi dalam proses tender.

β€œTidak benar ada manipulasi tender karena itu adalah wilayah Pokja. Juga tidak ada pertemuan pihak kontraktor dengan kepala Balai pak. Untuk material yang tidak sesuai atau menggunakan material bekas juga tidak benar,” jelas Ramon.

Ia menegaskan bahwa proyek tersebut telah rampung 100 persen dan sudah melalui tahap Provisional Hand Over (PHO).

Menurut Ramon, dugaan penggunaan material di bawah standar atau bekas tidak pernah terjadi, karena pengawasan material telah dilakukan secara ketat sesuai spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak.

β€œPekerjaannya sudah selesai 100 persen dan sudah di PHO,” pungkasnya.

Pengakuan dari mantan mandor proyek, Samsul, memunculkan banyak pertanyaan mengenai kualitas dan transparansi proyek penanganan bencana prasarana sekolah di Sulawesi Tengah. Jika benar adanya, dugaan praktik manipulasi dalam proses tender, penggunaan material tidak sesuai spesifikasi, serta pelanggaran hak-hak pekerja dapat menjadi indikasi lemahnya pengawasan terhadap proyek tersebut. Namun, pihak PPK proyek telah membantah semua tudingan ini, dan menegaskan bahwa seluruh pekerjaan telah diselesaikan sesuai kontrak.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek pemerintah, terutama yang berkaitan dengan dana publik untuk rehabilitasi prasarana pendidikan yang terdampak bencana. Ke depannya, diperlukan pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan setiap tahapan pelaksanaan proyek berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan kepentingan publik.(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x