INIPALU.com – Insiden kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Seorang wartawan dari Rajawali Televisi (RTV), Ridha Yansa, menjadi korban pemukulan yang dilakukan oleh oknum polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) di Polda Gorontalo. Kejadian ini berlangsung saat Ridha tengah meliput aksi unjuk rasa di Mapolda Gorontalo pada Senin (23/12/2024).
Ridha mengungkapkan bahwa aksi demonstrasi tersebut digelar oleh Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Badko Sulawesi Utara – Gorontalo. Para demonstran memprotes maraknya peredaran rokok ilegal di wilayah Gorontalo. Unjuk rasa berlangsung di pintu gerbang Mapolda Gorontalo, di mana massa aksi mulai membakar ban sebagai bentuk protes. Tidak lama kemudian, situasi memanas, dan beberapa demonstran ditangkap oleh pihak kepolisian.
Ridha, yang bertugas meliput kejadian tersebut, merekam jalannya aksi menggunakan telepon seluler. Namun, tiba-tiba seorang oknum polisi berinisial TS berpangkat Kombes mendekatinya dan memukul tangan Ridha yang saat itu memegang ponsel.
“Saya saat itu sedang merekam jalannya aksi, termasuk penangkapan beberapa orang demonstran. Tiba-tiba salah satu anggota kepolisian datang dan memukul tangan saya yang sedang memegang ponsel untuk merekam,” ungkap Ridha.
Akibat pemukulan tersebut, ponsel milik Ridha yang baru dibeli jatuh dan mengalami kerusakan. “Layar ponsel rusak total sehingga tidak bisa digunakan lagi untuk merekam video. Itu bukan dirampas, tapi dipukul,” tambah Ridha.
Ridha juga menegaskan bahwa dirinya menggunakan kartu identitas (ID Card) wartawan saat meliput aksi. Menurutnya, tindakan oknum polisi berpangkat Kombes tersebut tidak sepatutnya dilakukan, apalagi terhadap seorang jurnalis yang menjalankan tugas peliputan.
“Oknum polisi itu berpangkat Kombes dan memiliki jabatan penting di Polda Gorontalo. Seharusnya ia memahami tugas wartawan saat meliput,” ujar Ridha.
Rencananya, kasus kekerasan terhadap jurnalis ini akan dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Gorontalo. Ridha berharap agar laporan ini dapat diproses secara serius dan memberikan efek jera kepada pelaku.
Insiden ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi harus dilindungi oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum. Organisasi jurnalis dan masyarakat luas diharapkan memberikan perhatian terhadap kasus ini untuk memastikan tidak ada lagi kekerasan serupa di masa mendatang.(*)
Tidak ada komentar