INIPALU.com – Jembatan penghubung antara Kecamatan Kulawi dan Kulawi Selatan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, ambruk pada Senin malam (10/3/2025) pukul 20.00 WITA. Akibatnya, 21 desa di dua kecamatan tersebut menjadi terisolir.
Jembatan yang ambruk itu berada di Desa Marena, Kecamatan Kulawi, dan menghubungkan wilayah tersebut dengan Desa Oo di Kecamatan Kulawi Selatan. Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Selasa (11/3/2025), ambruknya jembatan disebabkan oleh terkikisnya tiang penyangga akibat luapan air Sungai Halu Nongi yang deras setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut.
Akibat kejadian ini, akses darat ke 21 desa di Kecamatan Kulawi Selatan dan Kecamatan Pipikoro menjadi terputus. Berikut daftar desa-desa yang terdampak:
Kecamatan Kulawi Selatan:
Kecamatan Pipikoro:
Jembatan tersebut merupakan infrastruktur strategis yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Bina Marga (DBNM). Saat ini, warga di desa-desa terdampak hanya bisa mengandalkan jalur alternatif yang cukup sulit dilalui, terutama saat musim hujan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sigi, Edy, saat dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp membenarkan insiden tersebut.
“Kami berharap ada penanganan segera dari Dinas BNM Sulteng, karena jembatan yang ambruk itu masuk dalam ruas jalan provinsi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan laporan dari lapangan, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Namun, dampaknya cukup besar bagi warga yang bergantung pada jalur ini untuk mobilitas sehari-hari, termasuk akses ke fasilitas kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Sementara itu, Kepala Dinas Bina Marga (DBNM) Sulteng, Dr. Faidul Keteng, menyatakan bahwa pihaknya segera melakukan penanganan terhadap jembatan yang ambruk.
“Segera ditangani,” tulisnya singkat dalam pesan singkat kepada wartawan.
Warga yang terdampak berharap pemerintah segera membangun jembatan darurat atau menyediakan solusi lain agar mereka tidak terisolasi terlalu lama. Salah satu warga Desa Oo, Hendra (45), mengungkapkan kekhawatirannya.
“Jembatan ini adalah satu-satunya akses utama kami. Sekarang kami harus memutar jauh atau menggunakan rakit untuk menyeberang sungai, dan itu sangat berbahaya,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Peana, Arman, yang menyebutkan bahwa jalur alternatif yang ada tidak memadai untuk kendaraan roda empat.
“Kalau tidak segera diperbaiki, ekonomi warga bisa lumpuh. Anak-anak sekolah juga kesulitan karena harus berjalan kaki lebih jauh,” ujarnya.
Dengan kondisi cuaca yang masih berpotensi hujan, masyarakat berharap pemerintah segera turun tangan agar akses ke desa-desa terdampak bisa kembali normal secepatnya.(*)
Tidak ada komentar