x

Partisipasi Rendah di Pilkada 2024: 622 Ribu Warga Sulteng Tidak Gunakan Hak Pilih

waktu baca 4 menit
Senin, 2 Des 2024 07:39 0 190 INIPALU

INIPALU.com – Sebanyak 622.628 warga Sulawesi Tengah yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 tercatat tidak menggunakan hak pilih mereka. Dari total 2.255.639 pemilih terdaftar, angka ini mencerminkan tingkat partisipasi yang jauh lebih rendah dibandingkan pemilu sebelumnya. Berbagai faktor, termasuk minimnya sosialisasi dan kendala administratif, disebut-sebut sebagai penyebab utama fenomena ini.

Salah satu faktor yang mendapat sorotan tajam adalah Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024. Surat yang dirilis pada 27 November 2024, hanya sehari sebelum pemungutan suara, memberikan penjelasan terkait aturan pemungutan dan penghitungan suara. Sayangnya, keterlambatan pengumuman dan kurangnya sosialisasi membuat banyak warga Sulawesi Tengah tidak memahami aturan baru tersebut.

Surat edaran ini mengatur bahwa pemilih wajib membawa KTP atau dokumen pengganti, seperti ijazah, untuk dapat memberikan suara. Namun, kebingungan terjadi di banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS). Beberapa pemilih, khususnya lansia dan pemilih pemula, mengaku tidak mengetahui aturan ini hingga hari pemungutan suara.

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, seorang lansia di TPS Kabupaten Poso terlihat memprotes petugas karena tidak diizinkan memilih hanya karena lupa membawa KTP.

“Saya ini sudah lama tinggal di sini, masa kalian tidak kenal saya? Hanya karena persoalan tidak bawa KTP saya, tidak kalian izinkan memilih?” ucapnya dengan nada kecewa.

Selain lansia, pemilih pemula juga menghadapi kesulitan serupa. Banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa ijazah bisa digunakan sebagai dokumen pengganti KTP. Minimnya informasi yang sampai ke pemilih muda ini berdampak langsung pada rendahnya tingkat partisipasi mereka.

Seorang mahasiswa di Kota Palu mengungkapkan kebingungannya. “Saya baru tahu kalau bisa pakai ijazah. Tapi informasi ini saya dapatkan setelah TPS sudah tutup,” ujarnya.

Dari pantauan media ini, menunjukkan bahwa banyak TPS di Sulawesi Tengah terlihat sepi sejak pagi hingga TPS ditutup pada pukul 13.00 WITA. Bahkan, sejumlah TPS melaporkan sisa kertas suara yang mencapai hampir setengah dari total pemilih yang terdaftar.

“Sejak TPS dibuka, tidak banyak pemilih yang datang, terutama dari kalangan muda. Padahal saat Pilpres dan Pileg suasana begitu meriah dengan banyaknya pemilih muda,” ujar seorang petugas TPS di Kota Palu.

Tingkat partisipasi yang rendah ini juga terlihat dari data partisipasi di beberapa kabupaten dan kota:

Kabupaten/Kota Jumlah Tidak Memilih
Banggai 59.851
Poso 55.269
Donggala 61.688
Tolitoli 51.114
Buol 21.299
Morowali 29.337
Banggai Kepulauan 12.279
Parigi Moutong 105.365
Tojo Una-Una 27.176
Sigi 53.092
Banggai Laut 7.118
Morowali Utara 36.411
Kota Palu 102.629

Rendahnya partisipasi memunculkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat dan aktivis. Hengky Idrus, perwakilan dari Tim RelawanBerAmal, menduga adanya skenario besar yang menyebabkan banyak warga tidak dapat memilih. “Kami menduga ada gerakan terorganisir yang bertujuan untuk menekan partisipasi pemilih,” ujarnya.

Spekulasi ini semakin menguat dengan laporan adanya beberapa TPS yang kehabisan formulir administrasi tambahan, sehingga banyak pemilih terpaksa pulang tanpa mencoblos.

Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi penyelenggara Pilkada dan pemerintah daerah. Partisipasi yang rendah bukan hanya memengaruhi legitimasi hasil Pilkada, tetapi juga mencerminkan tantangan demokrasi di Sulawesi Tengah.

“Demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi,” kata Revi, seorang aktivis pemuda di Palu.

Minimnya komunikasi antara KPU dan masyarakat menjadi pelajaran penting yang harus diperbaiki. Para pengamat politik berharap ke depan KPU dapat lebih efektif dalam menyosialisasikan aturan pemilu kepada masyarakat. “Pilkada seharusnya menjadi pesta demokrasi, bukan malah menimbulkan kekecewaan akibat informasi yang tidak tersampaikan dengan baik,” ujar seorang pengamat politik lokal.

Harapan ke Depan

Menyikapi situasi ini, KPU Sulawesi Tengah berencana menggelar evaluasi menyeluruh untuk memastikan permasalahan serupa tidak terulang di pemilu mendatang. Sosialisasi yang lebih masif dan inovatif menjadi salah satu solusi yang diusulkan oleh banyak pihak.

Selain itu, pemerintah daerah diharapkan lebih proaktif dalam mendukung penyelenggaraan pemilu yang inklusif dan ramah bagi semua kelompok masyarakat, termasuk lansia dan pemilih pemula. “Ke depan, kita harus memastikan bahwa semua warga, tanpa terkecuali, dapat menggunakan hak pilihnya dengan mudah,” tutup Revi.

Pilkada 2024 di Sulawesi Tengah meninggalkan catatan penting bagi demokrasi Indonesia. Meski partisipasi rendah, harapan akan perbaikan terus bergema, mengingat demokrasi yang kuat adalah fondasi bagi masa depan yang lebih baik.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

🔴Facebook

Facebook Pagelike Widget

🔴Instagram

🔴TikTok

LAINNYA
x