MOROWALI,- Gelombang penolakan terhadap aktivitas pertambangan kembali menggema di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bungku Tengah menyuarakan protes keras atas rencana operasi PT Dua Saudara Nikelindo (DSN) serta aktivitas PT Batu Alam Prima (BAP) yang dinilai bertentangan dengan tata ruang wilayah dan berpotensi merusak lingkungan.
Aksi tersebut berlangsung pada Senin (13/9/2025) di depan Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah. Massa membawa berbagai spanduk bertuliskan βSelamatkan Bungku Tengahβ dan βTolak Tambang Perusak Lingkunganβ.
Ketua Umum Demisioner Ikatan Pelajar dan Pemuda Mahasiswa Morowali (IP2MM), Asrar, mengatakan bahwa keberadaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Bungku Tengah merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 7 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
βWilayah Bungku Tengah secara tegas ditetapkan sebagai kawasan administrasi perkotaan. Dalam aturan itu, wilayah ini tidak boleh dimasuki kegiatan pertambangan nikel. Namun kenyataannya, beberapa perusahaan ekstraktif justru beroperasi di sana,β ujar Asrar.
Menurut data yang disampaikan Aliansi Mahasiswa Bungku Tengah, PT DSN telah melakukan sosialisasi di Desa Lanona, yang berbatasan dengan Kecamatan Bungku Barat. Luas wilayah konsesinya mencapai 1.535 hektare, dengan masa berlaku Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hingga 2 Juni 2030. Dari jumlah itu, sekitar 500 hektare berada di wilayah administratif Kecamatan Bungku Tengah.
Asrar menilai, kegiatan tambang di kawasan tersebut berpotensi mengancam sumber-sumber air bersih masyarakat, termasuk sumber mata air Desa Bahomante.
βTambang-tambang itu selalu datang dengan janji kesejahteraan, tapi kenyataannya masyarakat justru kehilangan sumber penghidupan. Petani dan nelayan terancam, air menjadi keruh, dan udara dipenuhi debu,β tegasnya.
Selain PT DSN, mahasiswa juga menyoroti aktivitas PT Batu Alam Prima (BAP) di wilayah Desa Puungkoilu, Bungku Tengah. Berdasarkan pantauan lapangan, lokasi tambang berada di area yang berdekatan dengan garis pantai dan beberapa aliran sungai. Kondisi ini dinilai berisiko tinggi terhadap pencemaran air, erosi, dan potensi longsor.
Dalam pernyataannya, aliansi menilai proyek tambang tersebut tidak layak dilanjutkan karena menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Adapun tiga tuntutan utama yang disampaikan dalam aksi tersebut adalah:
1. Menolak hadirnya PT Dua Saudara Nikelindo (DSN) di Kecamatan Bungku Tengah, khususnya di Desa Lanona.
2. Mendesak pemerintah daerah untuk meninjau kembali aktivitas PT Batu Alam Prima (BAP) yang beroperasi hingga ke wilayah Desa Puungkoilu.
3. Mencabut seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih berlaku di Kecamatan Bungku Tengah.
Asrar juga menyayangkan sikap Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulteng yang disebut enggan menemui massa aksi.
βKami kecewa karena Kepala Dinas tidak mau menemui kami di depan kantor dengan alasan tidak ingin berpanas-panasan. Padahal kami datang menyuarakan aspirasi rakyat Bungku Tengah yang menolak ketidakadilan atas nama investasi,β tuturnya.
Aliansi menegaskan, perjuangan mereka bukan semata menolak investasi, melainkan mempertahankan hak masyarakat untuk hidup dalam lingkungan yang bersih dan aman.
βBumi bukan untuk dijual. Kami ingin hidup, bukan sekadar bertahan di tengah debu dan longsor,β tutup Asrar./(*)
Tidak ada komentar