x

Warga Taopa dan Moutong Desak Penghentian Tambang Ilegal di Hulu Sungai Taopa

waktu baca 3 menit
Rabu, 5 Feb 2025 05:48 0 429 INIPALU

INIPALU.com – Warga dari Kecamatan Taopa dan Moutong di Kabupaten Parigi Moutong mendesak penghentian aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang telah mencemari wilayah hulu Sungai Taopa. Desakan ini disuarakan melalui aksi unjuk rasa pada Selasa (4/2/2025), yang dipusatkan di Jembatan Taopa, Kecamatan Taopa. Sekitar 500 warga dari berbagai desa di bantaran Sungai Taopa turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap tambang emas ilegal yang telah beroperasi selama tujuh bulan terakhir.

Aksi tersebut diinisiasi oleh Forum Kepala Desa Bantaran Sungai Taopa (FKDBST), sebuah forum yang terdiri dari perwakilan desa di Kecamatan Taopa dan Moutong. Warga menyatakan kekhawatiran atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas tambang tersebut. Koordinator FKDBST yang juga Kepala Desa Tulandenggi Sibatang, Thamrin Hasan, mengungkapkan bahwa setidaknya ada 50 alat berat yang beroperasi di tujuh titik sepanjang aliran Sungai Taopa.

“Informasi yang kami dapat, ada 50 alat berat yang beroperasi di sekitar tujuh titik di wilayah Sungai Taopa,” ujar Thamrin Hasan, Rabu (5/2/2025).

Thamrin menambahkan, aktivitas tambang ilegal ini telah menyebabkan pencemaran air Sungai Taopa hingga tidak lagi layak digunakan oleh warga. Akibatnya, hampir 80 persen warga yang biasa memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari kini harus mencari sumber air lain.

“Air Sungai Taopa sudah tidak bisa digunakan oleh warga, bukan hanya keruh, tapi sudah berlumpur. Banyak warga yang mengalami gatal-gatal setelah mandi di sungai,” ungkap Thamrin.

Selain itu, dampak lingkungan akibat aktivitas tambang ini juga berimbas pada sektor pertanian dan perikanan warga setempat. Banyak petani yang mengalami kerugian akibat lahan mereka terendam lumpur saat banjir. Bahkan, tambak udang dan bandeng yang menjadi mata pencaharian utama sebagian warga juga terancam gagal panen.

“Pertanian di sini itu ada persawahan dan tanaman palawija. Kalau banjir, semua terancam rusak. Ada warga saya yang bertani rica (cabai) sudah gagal panen. Tambak udang dan bandeng juga terancam, padahal baru satu kali banjir,” jelas Thamrin.

Tak hanya itu, kawasan hutan mangrove seluas 30 hektare di muara Sungai Taopa juga terancam mati akibat tumpukan lumpur dari aktivitas tambang tersebut.

“Kalau lumpur terus naik ke muara, mangrove yang kami lestarikan pasti akan mati,” tambahnya.

Warga menduga ada pihak-pihak tertentu yang menjadi dalang di balik maraknya aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mereka mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) serta pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Parigi Moutong untuk segera mengambil tindakan tegas.

“Kami minta tambang ilegal itu ditutup, tangkap para pemodal dan semua pihak yang terlibat. Para pelakunya ini sudah terdeteksi,” tegas Thamrin.

Jika tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang, warga berencana menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar dalam waktu dekat.

“Kami akan kembali turun ke jalan jika tidak ada langkah konkret dari aparat hukum. Kami ingin sungai ini kembali bersih,” pungkasnya.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah daerah belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan warga tersebut. Masyarakat berharap pemerintah segera merespons dan menindaklanjuti tuntutan ini demi keselamatan lingkungan dan kelangsungan hidup warga di bantaran Sungai Taopa.(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Pagelike Widget
LAINNYA
x