YKL dan Bonebula Launching Program Pemulihan Mangrove di Hari Mangrove Sedunia

waktu baca 3 menit
Senin, 28 Jul 2025 07:20 0 1046 π€π§ππ«πž πƒπžπ₯𝐚𝐧𝐨

DONGGALA,– Memperingati Hari Mangrove Sedunia 2025, Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia bersama Yayasan Bonebula memulai kegiatan rehabilitasi mangrove berbasis inisiatif lokal di enam desa pesisir di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Peluncuran kegiatan ini digelar pada Minggu, 27 Juli 2025, di Pantai Baturuko, Desa Lalombi. Acara turut dihadiri oleh perwakilan pemerintah daerah, komunitas pemuda, jurnalis, serta masyarakat lokal yang antusias terlibat langsung dalam aksi pelestarian ini.

Inisiatif ini merupakan bagian dari Program SOLUSI (Solusi Pengelolaan Lanskap Darat dan Laut Terpadu di Indonesia) yang mendapat dukungan dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), salah satu anggota konsorsium SOLUSI.

Program SOLUSI sendiri merupakan kolaborasi antara BAPPENAS dan pemerintah Jerman (BMUV), yang disalurkan melalui Inisiatif Iklim Internasional (IKI). Konsorsium ini bertujuan menanggulangi degradasi lahan dan laut di Indonesia melalui peningkatan ketahanan ekosistem serta penguatan mata pencaharian yang adaptif terhadap perubahan iklim.

β€œMelalui aksi ini, kami ingin menunjukkan bahwa pemulihan ekosistem mangrove bukan hanya soal menanam pohon, tetapi tentang mengembalikan fungsi ekologis dan sosial kawasan pesisir,” ujar Andi Anwar, Direktur Eksekutif Yayasan Bonebula.

Ia menambahkan, β€œProsesnya kami rancang secara partisipatif, dari pemetaan, desain teknis, hingga pemantauan, agar masyarakat benar-benar menjadi pemilik inisiatif ini.”

Rehabilitasi akan berlangsung di enam lokasi, yakni Desa Lalombi, Tolongano, Tompe, Lompio, serta Kelurahan Labuan Bajo dan Tanjung Batu, dengan total luasan mencapai 25 hektar. Berbagai metode diterapkan dalam kegiatan ini, seperti pendekatan Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR), Assisted Natural Regeneration (ANR), penanaman langsung, dan penyebaran benih.

Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, menegaskan pentingnya kekuatan dari aksi lokal. β€œEnam desa ini telah melalui proses panjang, mulai dari studi pustaka, pemetaan partisipatif, hingga pengesahan rencana rehabilitasi yang benar-benar clear and clean. Ini bukan sekadar soal teknik, tetapi bagaimana membangun rasa kepemilikan masyarakat terhadap kawasan mangrove mereka,” ungkapnya.

Tak hanya fokus pada penanaman, kegiatan ini juga mencakup monitoring, evaluasi, serta perawatan berkelanjutan selama dua tahun ke depan. Data pertumbuhan akan dikumpulkan secara berkala sebagai dasar evaluasi keberhasilan rehabilitasi sekaligus menjadi bahan pembelajaran untuk daerah lain.

Nirwan pun berharap, melalui kegiatan ini, kesadaran masyarakat Donggala terhadap pentingnya hutan mangrove semakin meningkatβ€”sebagai benteng alami dari abrasi dan perubahan iklim, serta sumber penghidupan ekonomi pesisir yang berkelanjutan.

Sementara itu, Firda, Ketua Kelompok Masyarakat SALAMA (Sahabat Laut dan Mangrove), menyampaikan bahwa proses rehabilitasi ini memberi banyak pelajaran berharga bagi warga. β€œKami dilibatkan sejak awal, mulai dari menyusun desain hingga penetapan lokasi. Sekarang kami tahu cara menanam mangrove dengan benar. Tidak asal tanam, tapi harus tahu apakah lokasi sesuai dan apa saja yang perlu dilakukan agar tanaman bisa tumbuh dengan baik,” jelas Firda. (*)

π€π§ππ«πž πƒπžπ₯𝐚𝐧𝐨

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x