Kasus Tanah di Sigi, Dua Lawyer Saling Tuding “Mafia Tanah”

waktu baca 3 menit
Kamis, 25 Sep 2025 13:30 0 35 πƒπ‘πšπ§π’ 𝐑 𝐆𝐨𝐦𝐦𝐨

Palu,- Sengketa tanah di Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, memanas setelah dua kuasa hukum saling melontarkan tudingan β€œmafia tanah.” Kuasa hukum pemilik sah tanah, Joni Mardanis, menyebut gugatan balik para pembeli sertifikat palsu sebagai bentuk pelecehan hukum. Sebaliknya, kuasa hukum PT Nipsea Paint and Chemicals (Nippon Paint Indonesia) menegaskan kliennya adalah pembeli beritikad baik dan menilai tuduhan sertifikat palsu tanpa putusan pengadilan adalah langkah keliru.

Kuasa hukum pemilik tanah, Joni Mardanis, yakni Moh. Galang Rama Putra, S.H., CTL., dari Gumanara Law Office, menegaskan bahwa kasus ini berawal dari pemalsuan dokumen pertanahan.

Menurutnya, Joni tercatat sebagai pemilik sah tanah di Desa Lolu. Namun, muncul sertifikat atas nama Darwis Mayeri dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 342/Lolu. Hasil penyidikan Polda Sulawesi Tengah yang dibantu Laboratorium Forensik menyimpulkan, dokumen warkah penerbitan sertifikat Darwis dipalsukan.

Atas dasar itu, Darwis ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan surat sesuai Pasal 263 KUHP dan sempat ditahan penyidik. Upaya praperadilan Darwis untuk membatalkan status tersangka pun kandas, setelah Pengadilan Negeri Palu menolak gugatannya melalui putusan Nomor 10/Pra.Pid/2025/PN.Pal, tertanggal 12 Juni 2025.

β€œKasus ini jelas. Sertifikat induk dipalsukan, hasil forensik membuktikan, tersangka ditahan, gugatan praperadilan ditolak. Namun, anehnya korban justru digugat balik. Ini pelecehan terang-terangan terhadap hukum,” tegas Galang.

Sejumlah pihak yang membeli tanah dari Darwis justru melayangkan gugatan perdata terhadap Joni. Mereka adalah PT. Nipsea Paint and Chemicals (Nippon Paint Indonesia/Nippon Paint Depo Palu), Iwan Hosan dan Zusana Pangely. Para penggugat meminta pengadilan mengesahkan kepemilikan tanah mereka.

Galang menilai langkah ini sebagai pola klasik dalam praktik mafia tanah.

β€œGugatan perdata dipakai untuk mengaburkan fakta pidana. Padahal tanah hasil pemalsuan bukan sekadar objek sengketa perdata, tetapi barang bukti pidana. Polisi wajib mengamankannya dengan police line,” ujarnya.

Ia menegaskan, gugatan balik tersebut hanyalah upaya membalikkan fakta hukum.

β€œMereka ingin menjadikan korban sebagai pelaku. Negara tidak boleh kalah dengan praktik mafia tanah,” pungkas Galang.

Sementara itu, Kuasa hukum PT. Nipsea Paint and Chemicals, Julianer Aditya Warwan, membantah tudingan kubu Joni. Ia menegaskan kliennya membeli tanah dengan itikad baik berdasarkan sertifikat resmi yang ada saat itu.

β€œSeharusnya yang bermasalah adalah Joni Mardanis dan Darwis Mayeri, bukan klien saya. Klien saya membeli tanah jauh setelah sertifikat itu terbit,” tegas Julianer di kantornya, Jalan Yojokodi, Kota Palu, Kamis (25/9/2025).

Julianer menjelaskan, Darwis membeli tanah dari Hubaid pada 2001, lalu menjualnya ke Nippon Paint pada 2022. Proses jual beli dilakukan di hadapan pejabat berwenang dengan dasar sertifikat.

β€œKarena berbadan hukum, Nippon Paint tidak bisa memiliki SHM. Maka sertifikat otomatis dibalik nama menjadi SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) sesuai aturan. Proses ini sah dan resmi,” ujarnya.

Ia menolak keras label bahwa kliennya membeli tanah dari sertifikat palsu.

β€œKalau sertifikat induk dipersoalkan, itu harus dibuktikan di pengadilan. Jangan menjustifikasi di media. Nippon Paint adalah pembeli beritikad baik,” tambahnya.

Julianer juga mendesak penyidik menghadirkan saksi mahkota yang mengetahui proses tanda tangan dalam dokumen jual beli.

β€œPemeriksaan saksi mahkota sangat penting. Dia bisa memastikan apakah benar dokumen ditandatangani di hadapan pejabat pembuat akta tanah atau tidak,” ujarnya.

Menurutnya, putusan praperadilan yang menolak gugatan Darwis hanya menyangkut prosedur penyidikan, bukan substansi perkara.

β€œPraperadilan tidak membuktikan siapa benar atau salah. Itu hanya menilai aspek formal,” jelasnya.

Julianer bahkan menyatakan akan melaporkan balik pihak yang menyebut sertifikat tanah Nippon Paint palsu tanpa menyertakan kata β€œdugaan.”

β€œPernyataan seperti itu melanggar prinsip hukum. Menjustifikasi tanpa putusan pengadilan adalah bentuk pelanggaran. Saya bisa melaporkan balik,” tegasnya.

Ia juga memberi ultimatum kepada kuasa hukum Joni.

β€œKita sama-sama advokat. Kita tahu rambu-rambu. Jangan menjustifikasi di luar putusan pengadilan. Itu bisa jadi masalah baru,” kata Julianer./(*)

πƒπ‘πšπ§π’ 𝐑 𝐆𝐨𝐦𝐦𝐨

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Like Us On Facebook

Facebook Pagelike Widget
LAINNYA
x