Palu,β Kasus tanah kembali mengemuka di Sulawesi Tengah dengan skenario yang mengejutkan. Pemilik sah sebidang tanah, Joni Mardanis, justru menghadapi gugatan perdata dari pihak-pihak yang membeli lahan menggunakan sertifikat palsu. Padahal, pemalsuan dokumen tanah yang dilakukan oleh Darwis Mayeri telah terbukti secara hukum dan sudah masuk tahap penuntutan.
Kuasa hukum Joni, Moh. Galang Rama Putra, S.H., CTL., advokat Gumanara Law Office, menyebut situasi ini sebagai ironi hukum yang melecehkan rasa keadilan.
βKasus ini jelas: sertifikat induk dipalsukan, hasil forensik membuktikan, tersangka ditahan, gugatan praperadilan ditolak. Namun korban justru digugat balik. Ini pelecehan terang-terangan terhadap hukum,β tegas Galang.
Galang menambahkan, kasus bermula dari kepemilikan tanah Joni Mardanis di Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi. Joni tercatat sebagai pemilik sah tanah tersebut berdasarkan sertifikat asli yang dipegangnya.
Namun, belakangan muncul sertifikat lain atas nama Darwis Mayeri dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 342/Lolu. Sertifikat itu ternyata diterbitkan melalui pemalsuan warkah.
Polda Sulawesi Tengah kemudian melakukan penyidikan mendalam. Bersama Laboratorium Forensik, mereka memastikan terdapat dokumen palsu dalam penerbitan sertifikat atas nama Darwis.
Berdasarkan bukti forensik, Darwis Mayeri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. Ia sempat ditahan untuk kepentingan penyidikan.
Darwis mencoba menggugat status tersangkanya melalui praperadilan. Namun, Pengadilan Negeri Palu lewat Putusan Nomor 10/Pra.Pid/2025/PN.Pal pada 12 Juni 2025 menolak gugatan tersebut. Status tersangka Darwis dinyatakan sah, dan perkara berlanjut ke tahap penuntutan.
Alih-alih menerima proses hukum, sejumlah pihak yang membeli tanah dari Darwis justru melayangkan gugatan perdata terhadap Joni. Mereka adalah:
Dalam gugatan mereka, pihak pembeli meminta pengesahan kepemilikan tanah, seolah pemalsuan sertifikat tidak pernah terjadi.
βIni pola klasik tanah. Mereka gunakan gugatan perdata untuk mengaburkan fakta pidana yang sudah jelas terbukti,β ujar Galang.
Kuasa hukum Joni mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk segera memasang garis polisi (police line) di area sengketa. Hal ini dinilai krusial untuk mencegah bentrokan fisik serta mengamankan barang bukti tindak pidana.
βTanah hasil pemalsuan bukan sekadar objek perdata, melainkan barang bukti. Polisi wajib mengamankannya. Jika dibiarkan, korban semakin terpojok, mafia tanah makin berani, dan hukum terlihat tidak berdaya menghadapi manipulasi ini,β kata Galang.
Galang menegaskan, gugatan balik para pembeli sertifikat palsu hanyalah upaya membalikkan fakta hukum.
βMereka ingin menjadikan korban seolah pelaku. Padahal sertifikat yang dipalsukan tidak punya kekuatan hukum untuk dijadikan dasar kepemilikan. Negara tidak boleh kalah oleh praktik mafia tanah,β pungkasnya.
βSalus Populi Suprema Lex Esto keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Polda Sulteng wajib bertindak, korban harus dilindungi, bukan dikorbankan.β tegasnya./(*)
Tidak ada komentar