JAKARTA,- Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dugaan gratifikasi di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) semakin melebar. Kasus yang berawal dari pengurusan dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) itu kini menyeret nama Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Risharyudi Triwibowo, dan mengungkap jaringan penerima aliran dana ilegal yang diduga melibatkan lebih dari 85 pegawai Kemnaker.
Senin, 21 Juli 2025, penyidik KPK menyita satu unit sepeda motor gede (moge) yang diketahui milik Risharyudi Triwibowo. Penyitaan dilakukan di tengah proses penyidikan dugaan pemerasan dan/atau gratifikasi di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker.
βKPK menyita satu unit kendaraan roda dua terkait perkara Kemnaker. Penyitaan dilakukan dari Sdr. RYT (mantan Stafsus Menteri),β ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (22/7/2025).
Motor tersebut kini diamankan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan (Rupbasan) KPK, Cawang, Jakarta Timur.
Risharyudi sendiri merupakan mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sebelum terpilih menjadi Bupati Buol. Ia mengakui bahwa motor itu dibeli dari uang pemberian yang belakangan ia ketahui berasal dari sumber ilegal.
Dalam pesan singkat kepada wartawan, Risharyudi mengklaim bahwa ia secara sukarela mengembalikan motor tersebut ke KPK sebagai bentuk tanggung jawab moral.
βDalam pemeriksaan, saya menyampaikan secara sukarela pernah menerima sesuatu tanpa meminta. Sesuatu itu kemudian saya belikan motor. Setelah tahu sumbernya dari kegiatan tidak benar, motor itu saya kembalikan. Sejak itu hati saya tidak enak. Alhamdulillah, setelah dikembalikan, perasaan saya nyaman,β katanya, Rabu (23/7/2025).
Namun, pernyataan ini dibantah oleh KPK. Menurut Budi Prasetyo, motor tersebut bukan dikembalikan secara sukarela, melainkan disita penyidik sebagai barang bukti.
βAset tersebut dilakukan penyitaan oleh penyidik. Penyitaan ini tentu karena barang tersebut diduga terkait dengan perkara,β tegasnya, Senin (4/8/2025).
Perbedaan narasi ini memunculkan pertanyaan publik tentang posisi Risharyudi dalam kasus iniβapakah ia sekadar saksi yang kooperatif atau calon tersangka yang sedang diinvestigasi.
Hingga kini, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini, empat di antaranya sudah ditahan:
Suhartono, mantan Dirjen Binapenta & PKK (2020β2023)
Haryanto, Dirjen Binapenta (2024β2025) dan eks Direktur PPTKA (2019β2024)
Wisnu Pramono, mantan Direktur PPTKA (2017β2019)
Devi Angraeni, Direktur PPTKA (2024β2025) dan eks Koordinator Uji Kelayakan PPTKA (2020β2024)
Empat lainnya belum ditahan namun dicegah bepergian ke luar negeri:
2020β2023 Suhartono menjabat Dirjen Binapenta & PKK. Dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA mulai berjalan.
2019β2024 Haryanto menjabat Direktur PPTKA (kemudian Dirjen Binapenta 2024β2025). Skema dugaan pemerasan berlanjut dan melebar.
2024β2025 Devi Angraeni menjabat Direktur PPTKA, meneruskan pola yang sama.
17 Juli 2025 KPK mengumumkan penahanan empat tersangka utama.
21 Juli 2025 Penyidik KPK menyita moge milik Risharyudi Triwibowo di Jakarta.
22 Juli 2025 KPK mengumumkan penyitaan moge terkait perkara gratifikasi Kemnaker.
23 Juli 2025 Risharyudi menyampaikan klaim bahwa ia sukarela mengembalikan motor tersebut.
4 Agustus 2025 KPK membantah klaim itu, menegaskan penyitaan dilakukan oleh penyidik sebagai barang bukti.
6 Agustus 2025 Rakor KPK se-Sulawesi Tengah digelar. Risharyudi absen dengan alasan sakit.
8 Agustus 2025 Risharyudi menyampaikan alasan absennya dan kondisi kesehatannya ke media.
Pernyataan yang Bertolak Belakang
Versi Risharyudi: Motor dibeli dari pemberian yang ia terima, kemudian dikembalikan sukarela ke KPK setelah tahu sumbernya tidak benar.
Versi KPK: Motor disita oleh penyidik sebagai barang bukti karena terkait langsung dengan perkara gratifikasi.
Perbedaan ini menjadi salah satu titik krusial dalam penyidikan. KPK belum menetapkan Risharyudi sebagai tersangka, namun statusnya bisa berubah jika bukti aliran dana dan mens rea terpenuhi.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut ada lebih dari 85 pegawai Kemnaker yang diduga menerima aliran dana hasil pemerasan dari pengurusan RPTKA. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli aset atas nama sendiri maupun keluarga.
βPenyidik akan meneliti siapa saja yang memenuhi unsur mens rea atau niat jahat. Tidak semua penerima otomatis bisa dikenakan Pasal turut serta,β jelas Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu.
Berdasarkan penelusuran, skema dugaan pemerasan bermula dari kewajiban perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk mengurus RPTKA di Direktorat PPTKA. Dalam proses pengurusan, diduga terjadi permintaan dana di luar prosedur resmi. Dana itu kemudian mengalir ke sejumlah pejabat dan pegawai, termasuk ke pihak-pihak di luar kementerian.
Dari sinilah, KPK menelusuri pembelian aset seperti properti, kendaraan, dan barang mewah lainnya yang diduga menggunakan dana hasil pemerasan.
Meski sudah dua kali diperiksa penyidik, status Risharyudi masih sebagai saksi. Namun, dengan bukti penyitaan moge dan pengakuannya menerima βsesuatuβ yang tidak semestinya, peluang statusnya berubah menjadi tersangka terbuka lebar.
Pemeriksaan lanjutan terhadap Risharyudi masih menunggu jadwal. KPK menyatakan perkembangan kasus akan diumumkan sesuai kebutuhan penyidikan.
Di tengah sorotan publik, Risharyudi absen dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi yang digelar KPK bersama kepala daerah se-Sulawesi Tengah pada Rabu (6/8/2025) di Jakarta. Ia beralasan sedang sakit sejak Minggu (3/8/2025) dan sempat dirawat di IGD RS Mokoyurli Buol.
βSaya sudah siap berangkat dengan rombongan Inspektorat Buol, tapi kondisi masih demam, akhirnya saya minta diwakili Wakil Bupati,β ujarnya, Jumat (8/8/2025).
KPK memastikan penyidikan belum selesai. Seiring pengembangan bukti dan keterangan saksi, tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru. Dengan jejak dana yang melibatkan puluhan pegawai, kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal gratifikasi terbesar di Kemnaker.
Bagi Risharyudi, hasil penyidikan ke depan akan menentukan apakah ia sekadar saksi yang kebetulan terseret arus atau bagian dari lingkaran penerima manfaat dalam praktik korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif.(*)
Tidak ada komentar