INIPALU.com – Kisruh pertambangan di Kelurahan Poboya, Kota Palu, terus menjadi sorotan berbagai pihak yang mendorong perbaikan tata kelola tambang agar lebih transparan dan taat aturan. Polemik yang mencuat tidak hanya soal operasi tambang bawah tanah oleh PT Citra Palu Minerals (CPM) dan Macmahon, tetapi juga aktivitas ilegal yang diduga dilakukan oleh PT Adijaya Karya Makmur (AKM).
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Tadulako (Untad), Richard Fernandez Labiro, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Poboya. Ia meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan di sektor pertambangan.
“Baik CPM, AKM, maupun perusahaan lain yang ada di Poboya, harus dievaluasi bersama jika ditemukan praktik yang menyimpang. Pastikan setiap perusahaan beroperasi sesuai aturan perundang-undangan,” kata Richard pada Rabu (12/2/2025).
Richard juga menyoroti sikap beberapa anggota DPRD Kota Palu, khususnya dari Fraksi NasDem, yang gencar mengkritik rencana tambang bawah tanah PT CPM. Ia menduga ada motif politis di balik kritik tersebut, mengingat salah satu direktur PT AKM, perusahaan yang juga beroperasi di Poboya, merupakan Wakil Ketua DPW NasDem Sulteng, Muhammad Khadafi Badjerey.
“Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kritik yang dilontarkan itu benar-benar berdasarkan analisis obyektif atau sekadar bentuk protes terhadap wacana pemutusan kontrak AKM? Karena salah satu dewan direksi AKM berasal dari NasDem,” ujarnya.
Isu tambang ilegal di Poboya semakin mengemuka setelah Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merilis hasil riset yang menyebutkan potensi kerugian negara akibat aktivitas ilegal PT AKM mencapai Rp3 triliun.
Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM) turut menyoroti risiko tinggi operasi tambang bawah tanah. Namun, ia juga mendesak DPRD Kota Palu agar tidak hanya fokus pada CPM, melainkan juga memperhatikan aktivitas PT AKM yang menggunakan sianida dalam pengolahan emas.
“Pengawasan harus dilakukan terhadap semua pihak yang terlibat. Jika penertiban dilakukan, pikirkan juga dampaknya terhadap masyarakat kecil yang menambang di sana,” kata Richard.
Hardiansyah, Kepala Divisi Kampanye Yayasan Bumi Hijau Indonesia (YBHI), menambahkan bahwa aktivitas PT AKM sangat membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama di wilayah Tondo.
“Sejumlah media lokal memberitakan kritik terhadap PT CPM, tetapi para anggota dewan seperti lupa bahwa aktivitas PT AKM menggunakan sianida dan bahan kimia berbahaya lainnya. Limbahnya perlu segera ditinjau ulang,” ujar Hardiansyah.
Menurutnya, eskalasi ketegangan di wilayah Poboya terjadi karena ada pihak-pihak yang mencoba menutupi pelanggaran PT AKM selama bertahun-tahun. “Kita seperti dipertontonkan pada situasi di mana siapa yang kuat, dia yang benar. Sementara hukum diselewengkan, dan negara abai,” katanya.
Praktisi hukum Rukly Chahyadi menegaskan bahwa surat dari Kementerian ESDM telah cukup menjadi bukti pelanggaran yang dilakukan PT AKM. Aktivitas pengolahan dan pemurnian emas dengan metode perendaman yang dilakukan PT AKM melanggar Undang-Undang Minerba serta aturan turunan dalam Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020.
“Pengolahan dan pemurnian merupakan jenis kegiatan yang tidak boleh dilaksanakan oleh kontraktor. Surat dari Kementerian ESDM kepada PT AKM sudah jelas menjelaskan ketentuan tersebut,” kata Rukly.
Direktur Kantor Hukum Tepi Barat & Associates itu juga mempertanyakan sikap Fraksi NasDem yang terkesan tebang pilih dalam menyoroti isu tambang di Poboya.
“Beberapa politisi NasDem disebut sebagai pengurus dan pemegang saham di AKM. Beranikah mereka mengungkap dugaan praktik ilegal AKM? Sayangnya, perhatian mereka ke sana sangat minim. Ini tanpa mengesampingkan persoalan di CPM, tetapi semua yang melanggar harus ditindak tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Berbagai pihak kini menuntut agar pemerintah pusat dan daerah memperketat pengawasan terhadap seluruh aktivitas pertambangan di Poboya. Transparansi dan evaluasi menyeluruh menjadi kunci untuk mengakhiri kisruh yang berkepanjangan ini.
“Pengawasan harus dilakukan secara konsekuen dan menyeluruh, bukan berdasarkan kepentingan politik atau kelompok tertentu. Hanya dengan cara itu kita bisa memperbaiki tata kelola pertambangan yang lebih baik dan melindungi kepentingan masyarakat,” pungkas Richard.
Sementara itu, masyarakat terus berharap agar isu tambang di Poboya segera dituntaskan demi menjaga keselamatan lingkungan dan mencegah dampak buruk bagi warga Kota Palu.(*)
Tidak ada komentar